Tuesday, June 30, 2009

LOVE, WHERE YOU GONE?

PART 1 : KELULUSAN
Siang itu, di kelas terasa ramai sekali, maklumlah hari ini adalah hari pengumuman kelulusan SMA yang sangat di tunggu – tunggu oleh semua siswa, tak terkecuali para pengajarnya. Para siswa berlalu lalang dan ada pula yang berkumpul membicarakan hasil pengumuman yang akan baru diketahui nanti siang. Terlihat seorang cowok, duduk termenung sendirian di teras kelas, tiba tiba seorang cewek dating menghampirinya.
“ Dim, gimana nie perasaan kamu, duh aku deg degan banget nie mau denger hasil kelulusan, rasanya kayak nunggu mau melahirkan, he….he….,” kata Nimas di sampingnya.
“ Deg degan juga sih nim, tapi aku gak terlalu mikirin, karma kamu tahu ndri kan, abis nie aku juga gak ngelanjutkan kuliah, jadi nilai bagus pa gak gak terlalu penting bagiku, yang penting lulus,” cetus Dimas menimpali.
“ Yach, kamu ngomong gitu, kamu kan yang paling pandai di sekolah, jadi pastinya nilai kamu bagus, ah kamu nie, saat kayak gini saja, masih tetep gak peduli ma sekitar, payah nie ,” sambung nimas cemberut.
“ ya maaflah, aku kan cuma bercanda, senyum donk, he…he..he…,” dimas coba membuat nimas tersenyum.
“Huh, kamu nie selalu begitu,” timpal nimas tersenyum kecil.
“ Eh udah siang nie, ayo kita liat papan pengumuman, tuh dah banyak temen2 yang kesana,” Ajak dimas.
“ayo, dim,” sambung nimas
Segeralah mereka berdua beranjak dari tepat mereka, berlari kecil menuju ke papan pengumuman. Berjubel – jubel siswa berebut untuk melihat hasil kelulusan. Terlihat semua sangat bersemangat dan penuh energi, dan penuh sesak siswa saling dorong.
Seelah dilihat secara keseluruhan ternyata, semua siswa di sekolahnya Dimas lulus semua. Terlihat wajah wajah bahagia di seluruh sudut sekolah, hiruk pikuk kelulusan mewabah ke semua penghuni sekolah, mulai dari guru hingga siswa.
Tapi, bagi Dimas, semua itu biasa saja, walaupun dia nilai kelulusannya paling tinggi di sekolahnya, karma setelah lulus dia tidak akan melanjutkan.
“Hebat Dim, hebat kamu, nilai kamu perfect, bener bener the best kamu,” puji Arif, temen akrab Dimas.
‘Bener, hebat banget tuh, nilai kamu bagus semua,” sambung teman – teman lainnya.
‘Enggaklah teman, mungkin saja kebetulan nilaiku tinggi,” jawab dimas merendah
‘Ya gak mungkin lah kebetulan, kamu kan anak paling pandai di sekulah ini, jangan merendah gtu lah “ timpal Arif,” E ya, kamu habis lulus nie mau nerusin kemana, dengan nilai yang kamu punya aku yakin kamu masuk di universitas tinggi manapun,” sambungnya.
“Aku tidak nerusin Rif, kamu tahu sendirikan keadaan ekonomi keluargaku, kasihan jika aku harus kuliah, menambah beban mereka lagi nanti, jadi aku mutusin habis ini kerja saja,” jawab dimas.
“Kuliah az dimas, kan ada program beasiswa, yang meringankan biaya kuliah kamu nanti, kan enak Dim” sahut Nimas yang sejak tadi berdiri disamping Dimas.
“Aku dah mutusin teman – teman, aku pengen bantu keluargaku, bantu ayahku, itu sudah keputusanku,”jawab Dimas dengan mantapnya.
“ Ya udah, ya udah, aku menurut saja Dim, moga apa yang kamu ambil benar – benar tepat,” timpal Nimas, “ iya, aku juga sama kayak Nimas, apapun itu, kamu pasti sudah memikirkan dengan benar Dim,” sambung Arif.
“Eh, ayo gabung sama teman – teman lainnya, kita rayakan kelulusan kita ini, “ ajak Dimas.
“Ayo, lets go, serbu….” sambung teman – temannya.
Berlarian mereka bergabung dengan siwa – siswa lain yang sedang merayakan kelulusan, ada yang berteriak teriak kegirangan, melompat – lompat, dan yang paling seru adalah corat – coret seragam sekolah. Semua sibuk corat coret seragam mereka dengan tanda tangan teman – temannya, tapi Dimas pergi menjauh,” Lho, mau kemana kamu Dimas?” tanya Nimas melihat Dimas berjalan menjauh darinya. “Aku gak mau coret – coret seragamku, mungkin seragam ku ini nanti masih bias di gunain, bisa dipakai ma temen – temen kita yang gak punya seragam,” jawab Dimas sambil berjalan menjauh,” met have fun aza ma temen – temen ya,” sambungnya lagi. “ Ya dim” jawab Nimas singkat. Dimas lalu berjalan menuju teras depan sekolah sendirian, dan duduk di deket pintu masuk kelas. “Enaknya smsan saja ma temen – temen lain, sambil nungguin mereka selesai corat – coret,” kata Dimas pada dirinya sendiri.

Setelah di tunggu – tunggu, akhirnya mereka dating, dengan baju penuh dengan coretan.” Asyik tadi Dim, rugi kamu gak ikutan” kata Nimas, “ Iya dim, seneng banget tadi Dim, tapi sedih juga seh, kan bentar lagi kita berpisah,” sambung Arif.
“ E ya, kamu ma Arif mau ngelanjutkan kemana nie?” tanya Dimas ke Nimas.
“ Aku ma Arif mau ngelanjutkan ke Universitas Indonesia, mudah – mudahan masuk ya”, jawab Nimas.
“ Aku pasti doain agar kalian masuk, kan kalian best friendnya aku”, sahut Dimas.
“ E ya, aku mau pulang ke kost dulu ya, udah siang nie, lagian udah ngantuk aku” sambungnya.
“ Ya udah ez, ati – ati di jalan ya” kata Nimas, dianggukin oleh Arif.
“ Bye”
Bergegas Dimas berjalan meninggalkan mereka berdua, menuju parkiran, dia mengambil motornya dan pulang ke kost nya.

Dimas adalah seorang cowok yang tinggal kost di kota besar ini, dia berasal dari sebuah desa kecil di ujung timur pulau, yang sangat terpencil kalau boleh di bilang. Desa dimana dia dilahirkan sangatlah masih asri dan alami. Masih dipenuhi oleh sejuknya udara pagi tanpa udara seperti di kota ini, penuh dengan asap rokok dan emisi buangan kendaraan. Dimas, karna paling pandai di sekolahnya, maka oleh kedua orang tuanya di suruh sekolah lagi di SMA di kota ini, SMA favorit. Dan dia pun kost di kostan deket sekolahan, Bu Lilik dan Pak Haris pemilik kost – kostan yang dia tempati. Pemilik kost sangat baik kepadanya karna kelakuan Dimas yang santun dan baik, selalu menjaga kata – katanya dan menurut apa yang dikatakan oleh keduanya.

Setelah sampai di kost – kostan, dia segera memasukkan motornya ke dalam, dan dia beranjak menuju kamarnya. Sesampai kamar, dia lalu merebahkan badannya ke ranjang, dengan pikiran dipenuhi banyak pertanyaan, tentang pekerjaan apa yang akan dia cari dan dapatkan setelah ini. Dia berpikir keras, seolah – olah apa yang ada di depan pikirannya merupakan halangan terbesar dalam hidupnya, sambil memutar lagu kesanyangannya lewat HP, dia lalui sendiri hari itu dengan berpikir.

No comments:

Post a Comment